Kamis, 01 November 2012

Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Sebagai Lem yang Ramah Lingkungan


BAB 1
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
                   Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki gugusan terpanjang dan terbesar di dunia dengan wilayah kelautan yang sangat luas (Koentjaraningrat, 1998). Tentunya produksi ikan juga melimpah ruah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, produksi ikan tangkap di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 5.196 juta ton. Jumlah tangkapan yang demikian besar ini menjadikan Indonesia sebagai Negara penghasil ikan tangkap terbesar ke empat di dunia.
                   Tetapi, potensi besar yang dimiliki Indonesia tersebut nampaknya belum bisa termanfaatkan secara maksimal, terutama dalam pemanfaatan limbah ikan yang dihasilkan para nelayan setiap harinya. Biasanya, masyarakat lebih sering memanfaatkan daging ikan daripada bagian-bagian tubuh ikan yang lain, misalnya tulang ikan. Keberadaan tulang ikan terhadap sebuah tubuh ikan itu sendiri mencapai 12,4 persen. Tulang ikan yang dihasilkan dari industri filet nila pada tahun 2003 sekitar 900 ton sedangkan dari pengalengan ikan tuna sekitar 5.803 ton. Umumnya rendemen Lem dari tulang ikan sekitar 12 persen, sehingga bisa diperkirakan gelatin yang dapat dihasilkan dari 6.703 ton tulang ikan adalah 804,6 ton. (Abdullah, 2005).
                   Sejak zaman dahulu , lem sudah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hingga saat ini lem juga merupakan suatu kebutuhan penting untuk mempermudah kehidupan kita. Lem memiliki peran yang sangat penting untuk masa kini dan masa depan. Proses manufaktur semakin banyak menggunakan berbagai bentuk lem atau perekat untuk menggantikan jahitan, merapikan, dan sesuatu yang lebih mahal tetapi kurang efektif sebagai pengikat. Lem telah terbukti sangat serbaguna dan para ilmuwan terus-menerus meneliti untuk aplikasi baru yang akan membuat hidup kita lebih sederhana.
                   Pentingnya lem dalam kehidupan kita menuntut adanya kehigienisan, kandungan zat yang baik bagi tubuh kita dan lingkungan sekitar, serta adanya kebermanfaatan lebih yang mengurangi efek negatif dari lem itu sendiri. Banyak jenis lem yang mengandung bahan kimia berbau menusuk. Terkadang uapnya yang terhirup akan berakibat amat tidak baik karena bahan kimia itu sering beracun dan bisa menyebabkan sakit.
Oleh karena itu perlu adanya lem ramah lingkungan yang dapat mengantisipasi hal-hal tersebut. Lem ramah lingkungan adalah lem yang tidak menimbulkan bau menusuk serta tidak mengandung bahan kimia yang membahayakan tubuh dan lingkungan sekitar kita. Sejalan dengan uraian di atas lem dari tulang ikan merupakan salah satu solusinya, di mana bahan bakunya mudah didapat karena tulang ikan merupakan limbah yang dapat ditemui di mana saja dan hal ini juga dapat berperan dalam pengurangan limbah tulang ikan yang sulit terurai di tanah dan menjadi sampah berserakan yang tidak sedap dipandang mata.
Untuk itu kami menulis Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Sebagai Lem yang Ramah Lingkungan”.

B.       PERUMUSAN MASALAH
a.       Dapatkah limbah tulang ikan dijadikan sebagai bahan lem yang ramah lingkungan?

C.       TUJUAN
a.       Untuk mengetahui bahwa limbah tulang ikan bisa digunakan sebagai bahan dasar lem.
BAB II
DASAR TEORI

A.      LEM
     Lem adalah bahan lengket (biasanya cairan) yang dapat merekatkan dua benda atau lebih. Lem bisa dibuat dari bagian tumbuhan atau hewan, maupun bahan kimia dari minyak. Lem sudah berkembang dari sekitar tahun 4000 SM. Namun sejumlah referensi tertulis pertama tentang cara membuat dan memakai lem baru muncul tahun 2000 SM.
     Saat ini, lem sudah mengalami perkembangan dalam pembuatannya terutama pada bahan apa yang digunakan. Namun seiring perkembangan zaman, banyak lem yang kurang baik karena mengandung bahan kimia berbahaya. Para produsen lem banyak yang memilih untuk mengambil cara praktis namun berakibat fatal. Lem dari tulang ikan merupakan solusi yang baik, karena tulang ikan memiliki banyak keunggulan. Sebenarnya bahan utama membuat lem ramah lingkungan dari tulang ikan adalah kolagen dari tulang ikan tersebut yang nantinya akan berubah menjadi gelatin yang kemudian gelatin ini akan menjadi bahan utama untuk merekatkan. Rinciannya adalah sebagai berikut:
a)      Kolagen
              Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih (white connetive tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat. Demikian juga pada burung dan ikan. Sedangkan pada invertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Baily and Light,1989).
              Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks. Tiap tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur heliks tersendiri, menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara group NH dari residu glisin pada rantai yang satu demean group CO pada rantai lainnya (Wong, 1989).
              Serabut kolagen dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts). Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45oC. Jika kolagen dipanaskan pada T>Ts (misalnya 65o-70oC), serabut triple heliks yang dipecah menjadi lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air inilah yang disebut gelatin. Menurut Fernandez-Diaz, et.al (2001), kolagen kulit ikan lebih mudah hancur daripada kolagen kulit hewan, dimana kedua jenis kolagen ini akan hancur oleh proses pemanasan dan aktivitas enzim.
b)      Gelatin
      Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).
            Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut:
1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
3. Perubahan konfigurasi rantai
            Bahan utama lem berupa gelatin ini memiliki beberapa keunggulan, karena merupakan bahan alami dan bukan merupakan bahan buatan yang melibatkan bahan kimia berbahaya dalam memproduksinya sehingga aman digunakan dan tentunya ramah lingkungan.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.      VARIABEL
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan mengembangkan riset dan pengembangan produk yang berbahan dasar lem. Variabel yang digunakan sebagai berikut:
a)      Variabel bebas: banyak dan jenis tulang ikan yang digunakan.
b)      Variabel tergantung: uji kwalitas dengan membandingkan daya rekatnya.
c)      Variabel kontrol: lem sepatu yang beredar di pasaran.

B.       WAKTU DAN TEMPAT
            Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober-Desember 2010 di SMA Negeri 1 Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
C.       TAHAP PENELITIAN
1.    Persiapan alat dan bahan
Persiapan untuk melakukan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
Alat dan bahan untuk membuat Lem Ikan
a)      Alat:
-   Alat  penumbuk
-   Saringan
b)  Bahan:
- Tulang ikan pari               
- Tulang ikan nila
- Tulang kaki ayam
- HNO3 pekat 20 cc
- Asam cuka 20 cc
- Alkohol 70% 20 cc

2.    Pelaksanaan Penelitian
SKEMA PROSEDUR
PEMBUATAN GELATIN TULANG IKAN
Tulang ikan
Degreasing (penghilangan lemak).
Direndam pada air mendidih selama 30 menit
Pengecilan ukuran 2-5 cm
Demineralisasi (perendaman dalam HNO3)
Ossein
Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6-7)
Ekstraksi dalam Waterbath pada suhu 90oC
Ekstrak disaring
Dipekatkan dengan Evaporator
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC
Pengecilan ukuran/penepungan
Pengamatan

CARA PEMBUATAN LEM IKAN
a)    Potonglah tulang menjadi bagian kecil-kecil lalu dicuci sehingga kotoran akan hilang, dan direndam untuk proses pelunakan.
b)   Rebus potongan tulang dengan air sampai mendidih selama 5 jam.
Perebusan disamping memudahkan penghilangan kotoran, juga akan mengurangi bau yang ditimbulkan.
c)    Kotoran berupa daging liat atau urat yang merekat bersihkan. Setelah tulang bersih dari kotoran yang melekat padanya, jemur sampai kering.
Jika sudah kering betul, hancurkan tulang-tulang menjadi serpihan yang lebih kecil.
d)   Rendam serpihan-serpihan tulang dalam air kapur dengan takaran 100 gram kapur dilarutkan dalam 1 liter air. Setelah direndam, cuci serpihan tulang tersebut sehingga lapisan kapurnya hilang.
e)    Zat perekat atau Gelatin yang terkandung di dalamnya dapat dipisahkan dengan cara direbus yang dilakukan secara bertahap. Rebusan pertama berlangsung 4-5 jam pada suhu 60°C. Rebusan kedua berlangsung 4 jam pada 70°C. Dan terakhir direbus selama 5-6 jam pada suhu 100°C.
f)    Tampung air bekas rebusan tersebut dalam wadah dan dinginkan untuk mendapatkan gelatin-nya.
g)   Setelah tepung gelatin didapatkan ditambah larutan HNO3 pekat.
h)   Direbus sampai larut.
i)     Hasilnya diencerkan dengan asam organik (asam asetat).
j)      Didapat lem yang siap digunakan.

BAB IV
PEMBAHASAN

A.      DATA DAN ANALISIS DATA
                         Penelitian kali ini di awali dengan pembuatan tepung gelatin dari masing-masing tulang. Adapun tulang yang digunakan antara lain, tulang ikan pari, tulang ikan nila, dan tulang kaki ayam sebagai kontrol.
Untuk memperoleh tepung gelatinnya dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1.    Memotong tulang menjadi bagian kecil-kecil lalu dicuci sehingga kotorannya hilang, dan direndam untuk proses pelunakan.
2.    Merebus potongan tulang dengan air sampai mendidih selama 5 jam.
Perebusan yang dilakukan ini bertujuan untuk memudahkan penghilangan kotoran, dan mengurangi bau yang ditimbulkan.
3.    Kotoran berupa sisa-sisa daging yang merekat dibersihkan. Setelah tulang bersih dari kotoran yang melekat, dijemur sampai kering.
Jika sudah kering betul, hancurkan tulang-tulang menjadi serpihan yang lebih kecil.
4.    Rendam serpihan-serpihan tulang dalam air kapur dengan takaran 100 gram kapur dilarutkan dalam 1 liter air. Setelah direndam, cuci serpihan tulang tersebut sehingga lapisan kapurnya hilang.
5.    Zat perekat atau Gelatin yang terkandung di dalamnya dapat dipisahkan dengan cara direbus yang dilakukan secara bertahap. Rebusan pertama berlangsung 4-5 jam pada suhu 60°C. Rebusan kedua berlangsung 4 jam pada 70°C. Dan terakhir direbus selama 5-6 jam pada suhu 100°C.
6.    Tampung air bekas rebusan tersebut dalam wadah dan dinginkan untuk mendapatkan gelatin-nya. 
            Dalam pembuatan gelatin, terdapat beberapa proses yaitu:
a)    Degreasing:
            Untuk memudahkan pembersihan maka dilakukan pula perendaman pada air bersuhu antara 60-70°C selama 1-2 menit (Pelu,dkk., 1998).
            Bahan baku yang digunakan adalah tulang ikan pari, tulang ikan nila, dan tulang kaki ayam. Tulang-tulang tersebut dibersihkan dari sisa-sisa daging dan lemak yang masih menempel (degreasing) yaitu dengan direndam dalam air mendidih selama 30 menit sambil diaduk-aduk. Selanjutnya tulang ditiriskan dan dipotong kecil-kecil (3-5 cm) untuk memperluas permukaan.
b)   Demineralisasi:
            Bahan baku yang telah bersih itu kemudian direndam dengan larutan HNO3 dalam wadah plastik tahan asam sampai terbentuk ossein, ossein adalah tulang yang lunak. Ossein dicuci dengan menggunakan air suling sampai pHnya netral (6-7).
c)    Ekstraksi:
            Ossein yang ber-pH netral tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest, perbandingan ossein dengan aquadest adalah 1: 3. Setelah itu diekstraksi dalam waterbath pada suhu 90oC. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman. Hasil saringan dipekatkan dengan evaporator.
d)   Pengeringan:
            Cairan pekat gelatin yang diperoleh dari penguapan dengan evaporator itu dituang ke dalam pan aluminium yang dialasi plastik untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC, setelah kering kemudian digiling dan dianalis.
               
                   Setelah tepung gelatin tersebut diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan lem, yaitu sebagai berikut:
1.      100 gram tulang ikan ditambah larutan HNO3 pekat
2.      Direbus sampai larut
3.      Hasilnya diencerkan dengan asam organik (asam asetat)
4.      Didapat lem yang siap digunakan

B.     ANALISIS LEM IKAN
       Dari hasil pengolahan tersebut dapat diketahui beberapa sifat dari lem yang diperoleh dari masing-masing tulang, yaitu tulang ikan pari, tulang ikan nila, dan tulang kaki ayam. Berikut analisa dari masing-masing lem yang dihasilkan dari ketiga jenis tulang tersebut yang dilihat dari kondisi fisiknya.
1.    Lem dari tulang ikan pari
     Kondisi fisik lem dari tulang ikan pari, antara lain yaitu mempunyai warna yang jernih, bau yang kurang menyengat, daya rekat yang kuat/sangat lekat, viskositas/kekentalan yang sangat kental, dan kecepatan kering yang sangat cepat.
2.    Lem dari tulang kaki ayam
Kondisi fisik lem dari tulang kaki ayam , antara lain yaitu mempunyai warna yang agak keruh, bau yang sangat menyengat, daya rekat yang sedang, viskositas/kekentalan yang sedang, dan kecepatan kering yang sedang.
3.    Lem dari tulang ikan nila
Kondisi fisik lem dari tulang ikan nila, antara lain yaitu mempunyai warna yang sangat keruh, bau yang sedang (tidak terlalu menyengat), daya rekat yang kurang lekat, viskositas/kekentalan yang kurang kental, dan kecepatan kering yang lama.
            Dari analisa tersebut diatas, maka dapat diperoleh bahwa lem dari tulang ikan pari merupakan lem dengan kualitas yang paling baik, lem dari tulang kaki ayam dengan kualitas yang menengah, dan lem dari tulang ikan nila dengan kualitas yang rendah.
            Sehingga dari penelitian ini tulang ikan pari diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuat lem yang ramah lingkungan dan berdampak positif  bagi lingkungan sekitar dan tentunya kita sebagai manusia.

BAB V
PENUTUP

A.      SIMPULAN
       Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan:
a.         Limbah tulang ikan kedepan mempunyai prospek sebagai bahan dasar pembuat lem karena ramah lingkungan, bahan bakunya mudah didapat, harganya murah dan tidak mencemari lingkungan.
b.         Lem dari tulang ikan pari merupakan lem dengan kualitas yang paling baik, dibandingkan dengan lem dari tulang kaki ayam dan lem dari tulang ikan nila.

B.       SARAN
                   Sebaiknya pemerintah mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa limbah tulang ikan dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuat lem yang ramah lingkungan, murah, dan dapat dijadikan sebagai salah satu solusi dalam pengurangan limbah tulang ikan yang dapat mencemari lingkungan.