BAB
1
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Indonesia merupakan negara
maritim yang memiliki gugusan terpanjang dan
terbesar di dunia dengan wilayah kelautan yang sangat luas (Koentjaraningrat, 1998).
Tentunya produksi ikan juga melimpah ruah yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen Perikanan dan Kelautan Republik
Indonesia, produksi ikan tangkap di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 5.196
juta ton. Jumlah tangkapan yang demikian besar ini menjadikan Indonesia sebagai
Negara penghasil ikan tangkap terbesar ke empat di dunia.
Tetapi, potensi
besar yang dimiliki Indonesia tersebut nampaknya belum bisa termanfaatkan
secara maksimal, terutama dalam pemanfaatan limbah ikan yang dihasilkan para
nelayan setiap harinya. Biasanya, masyarakat
lebih sering memanfaatkan daging ikan daripada bagian-bagian tubuh ikan yang
lain, misalnya tulang ikan. Keberadaan tulang ikan
terhadap sebuah tubuh ikan itu sendiri mencapai 12,4 persen. Tulang ikan yang
dihasilkan dari industri filet nila pada tahun 2003 sekitar 900 ton sedangkan
dari pengalengan ikan tuna sekitar 5.803 ton. Umumnya rendemen Lem dari tulang
ikan sekitar 12 persen, sehingga bisa diperkirakan gelatin yang dapat dihasilkan
dari 6.703 ton tulang ikan adalah 804,6 ton. (Abdullah, 2005).
Sejak
zaman dahulu , lem sudah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hingga
saat ini lem juga merupakan suatu kebutuhan penting untuk mempermudah kehidupan
kita. Lem memiliki peran yang sangat penting untuk masa kini dan masa depan.
Proses manufaktur semakin banyak menggunakan berbagai bentuk lem atau perekat untuk
menggantikan jahitan, merapikan, dan sesuatu yang lebih mahal tetapi kurang
efektif sebagai pengikat. Lem telah terbukti sangat serbaguna dan para ilmuwan
terus-menerus meneliti untuk aplikasi baru yang akan membuat hidup kita lebih sederhana.
Pentingnya
lem dalam kehidupan kita menuntut adanya kehigienisan, kandungan zat yang baik
bagi tubuh kita dan lingkungan sekitar, serta adanya kebermanfaatan lebih yang
mengurangi efek negatif dari lem itu sendiri. Banyak
jenis lem yang mengandung bahan kimia berbau menusuk. Terkadang uapnya
yang terhirup
akan berakibat amat tidak baik karena bahan kimia itu sering beracun dan bisa
menyebabkan sakit.
Oleh karena itu perlu adanya lem ramah lingkungan yang
dapat mengantisipasi hal-hal tersebut. Lem ramah lingkungan adalah lem yang
tidak menimbulkan bau menusuk serta tidak mengandung bahan kimia yang
membahayakan tubuh dan lingkungan sekitar kita. Sejalan dengan uraian di atas
lem dari tulang ikan merupakan salah satu solusinya, di mana bahan bakunya
mudah didapat karena tulang ikan merupakan limbah yang dapat ditemui di mana
saja dan hal ini juga dapat berperan dalam pengurangan limbah tulang ikan yang sulit
terurai di tanah dan menjadi sampah berserakan yang tidak sedap dipandang mata.
Untuk itu kami menulis Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Pemanfaatan
Limbah Tulang Ikan Sebagai Lem yang Ramah Lingkungan”.
B. PERUMUSAN
MASALAH
a. Dapatkah limbah tulang ikan dijadikan sebagai bahan lem
yang ramah lingkungan?
C. TUJUAN
a. Untuk
mengetahui bahwa limbah tulang ikan bisa
digunakan sebagai bahan dasar lem.
BAB
II
DASAR
TEORI
A. LEM
Lem adalah bahan lengket
(biasanya cairan)
yang dapat merekatkan dua benda atau lebih. Lem bisa dibuat dari bagian tumbuhan atau hewan,
maupun bahan kimia dari
minyak. Lem sudah berkembang dari sekitar tahun 4000 SM. Namun sejumlah
referensi tertulis pertama tentang cara membuat dan memakai lem baru muncul
tahun 2000 SM.
Saat ini, lem sudah mengalami perkembangan
dalam pembuatannya terutama pada bahan apa yang digunakan. Namun seiring
perkembangan zaman, banyak lem yang kurang baik karena mengandung bahan kimia berbahaya.
Para produsen lem banyak yang memilih untuk mengambil cara praktis namun
berakibat fatal. Lem dari tulang ikan merupakan solusi yang baik, karena tulang
ikan memiliki banyak keunggulan. Sebenarnya bahan utama membuat lem ramah
lingkungan dari tulang ikan adalah kolagen dari tulang ikan tersebut yang
nantinya akan berubah menjadi gelatin yang kemudian gelatin ini akan menjadi
bahan utama untuk merekatkan. Rinciannya adalah sebagai berikut:
a) Kolagen
Kolagen merupakan komponen
struktural utama dari jaringan ikat putih (white connetive tissue) yang
meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan dan organ tubuh vertebrata
dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan
dan jaringan ikat. Demikian juga pada burung dan ikan. Sedangkan pada invertebrata
kolagen terdapat pada dinding sel (Baily and Light,1989).
Molekul dasar pembentuk kolagen
disebut tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana
di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama
membentuk struktur heliks. Tiap tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen
membentuk struktur heliks tersendiri, menahan bersama-sama dengan ikatan
hidrogen antara group NH dari residu glisin pada rantai yang satu demean group CO
pada rantai lainnya (Wong, 1989).
Serabut kolagen dapat mengalami
penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts). Suhu penyusutan
(Ts) kolagen ikan adalah 45oC. Jika kolagen dipanaskan pada T>Ts (misalnya
65o-70oC), serabut triple heliks yang dipecah menjadi
lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut
dalam air inilah yang disebut gelatin. Menurut Fernandez-Diaz, et.al (2001),
kolagen kulit ikan lebih mudah hancur daripada kolagen kulit hewan, dimana
kedua jenis kolagen ini akan hancur oleh proses pemanasan dan aktivitas enzim.
b) Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat
kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan. Susunan asam aminonya
hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan
merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang
tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005). Gelatin terbagi
menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan
tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman
dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam.
Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah
perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).
Menurut
Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Proses
perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut:
1.
Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
2.
Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
3.
Perubahan konfigurasi rantai
Bahan utama lem berupa gelatin ini
memiliki beberapa keunggulan, karena merupakan bahan alami dan bukan merupakan
bahan buatan yang melibatkan bahan kimia berbahaya dalam memproduksinya
sehingga aman digunakan dan tentunya ramah lingkungan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. VARIABEL
Penelitian
ini menggunakan metode eksperimen dengan
mengembangkan riset dan pengembangan produk yang berbahan dasar lem.
Variabel yang digunakan sebagai berikut:
a) Variabel
bebas: banyak dan jenis tulang ikan yang digunakan.
b) Variabel
tergantung: uji kwalitas dengan
membandingkan daya rekatnya.
c) Variabel
kontrol: lem sepatu yang beredar di
pasaran.
B. WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober-Desember 2010 di SMA Negeri 1 Slawi, Kabupaten Tegal,
Jawa Tengah.
C.
TAHAP PENELITIAN
1.
Persiapan alat dan bahan
Persiapan untuk
melakukan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
Alat dan bahan untuk membuat Lem Ikan
a) Alat:
-
Alat penumbuk
-
Saringan
b) Bahan:
-
Tulang ikan pari
-
Tulang ikan nila
-
Tulang kaki ayam
-
HNO3 pekat 20 cc
-
Asam cuka 20 cc
-
Alkohol 70% 20 cc
2.
Pelaksanaan
Penelitian
SKEMA PROSEDUR
PEMBUATAN GELATIN TULANG IKAN
Tulang ikan
↓
Degreasing (penghilangan lemak).
Direndam pada air mendidih selama 30 menit
↓
Pengecilan ukuran 2-5 cm
↓
Demineralisasi (perendaman dalam HNO3)
↓
Ossein
↓
Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6-7)
↓
Ekstraksi dalam Waterbath pada suhu 90oC
↓
Ekstrak disaring
↓
Dipekatkan dengan Evaporator
↓
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC
↓
Pengecilan ukuran/penepungan
↓
Pengamatan
CARA
PEMBUATAN LEM IKAN
a)
Potonglah tulang
menjadi bagian kecil-kecil lalu dicuci sehingga kotoran akan hilang, dan direndam
untuk proses pelunakan.
b)
Rebus potongan tulang dengan air sampai mendidih
selama 5 jam.
Perebusan disamping memudahkan penghilangan kotoran, juga akan mengurangi bau yang ditimbulkan.
Perebusan disamping memudahkan penghilangan kotoran, juga akan mengurangi bau yang ditimbulkan.
c)
Kotoran berupa daging
liat atau urat yang merekat bersihkan. Setelah tulang bersih dari kotoran yang
melekat padanya, jemur sampai kering.
Jika sudah kering betul, hancurkan tulang-tulang menjadi serpihan yang lebih kecil.
Jika sudah kering betul, hancurkan tulang-tulang menjadi serpihan yang lebih kecil.
d)
Rendam
serpihan-serpihan tulang dalam air kapur dengan takaran 100 gram kapur
dilarutkan dalam 1 liter air. Setelah direndam, cuci serpihan tulang tersebut
sehingga lapisan kapurnya hilang.
e)
Zat perekat atau
Gelatin yang terkandung di dalamnya dapat dipisahkan dengan cara direbus yang
dilakukan secara bertahap. Rebusan pertama berlangsung 4-5 jam pada suhu 60°C. Rebusan
kedua berlangsung 4 jam pada 70°C. Dan terakhir direbus selama 5-6 jam pada
suhu 100°C.
f)
Tampung air bekas
rebusan tersebut dalam wadah dan dinginkan untuk mendapatkan gelatin-nya.
g) Setelah tepung gelatin didapatkan ditambah larutan HNO3 pekat.
h) Direbus sampai larut.
i) Hasilnya diencerkan dengan asam organik (asam asetat).
j)
Didapat lem yang siap digunakan.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. DATA
DAN ANALISIS DATA
Penelitian
kali ini di awali dengan pembuatan tepung gelatin dari masing-masing tulang.
Adapun tulang yang digunakan antara lain, tulang ikan pari, tulang ikan nila,
dan tulang kaki ayam sebagai kontrol.
Untuk memperoleh
tepung gelatinnya dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
1.
Memotong tulang menjadi
bagian kecil-kecil lalu dicuci sehingga kotorannya hilang, dan direndam
untuk proses pelunakan.
2.
Merebus potongan tulang dengan air sampai mendidih
selama 5 jam.
Perebusan yang dilakukan ini bertujuan untuk memudahkan penghilangan kotoran, dan mengurangi bau yang ditimbulkan.
Perebusan yang dilakukan ini bertujuan untuk memudahkan penghilangan kotoran, dan mengurangi bau yang ditimbulkan.
3.
Kotoran berupa sisa-sisa
daging yang merekat dibersihkan. Setelah tulang bersih dari kotoran yang
melekat, dijemur sampai kering.
Jika sudah kering betul, hancurkan tulang-tulang menjadi serpihan yang lebih kecil.
Jika sudah kering betul, hancurkan tulang-tulang menjadi serpihan yang lebih kecil.
4.
Rendam
serpihan-serpihan tulang dalam air kapur dengan takaran 100 gram kapur
dilarutkan dalam 1 liter air. Setelah direndam, cuci serpihan tulang tersebut
sehingga lapisan kapurnya hilang.
5.
Zat perekat atau
Gelatin yang terkandung di dalamnya dapat dipisahkan dengan cara direbus yang
dilakukan secara bertahap. Rebusan pertama berlangsung 4-5 jam pada suhu 60°C.
Rebusan kedua berlangsung 4 jam pada 70°C. Dan terakhir direbus selama 5-6 jam
pada suhu 100°C.
6.
Tampung air bekas
rebusan tersebut dalam wadah dan dinginkan untuk mendapatkan gelatin-nya.
Dalam pembuatan gelatin, terdapat
beberapa proses yaitu:
a)
Degreasing:
Untuk memudahkan pembersihan maka
dilakukan pula perendaman pada air bersuhu antara 60-70°C selama 1-2 menit
(Pelu,dkk., 1998).
Bahan baku yang digunakan adalah
tulang ikan pari, tulang ikan nila, dan tulang kaki ayam. Tulang-tulang
tersebut dibersihkan dari sisa-sisa daging dan lemak yang masih menempel
(degreasing) yaitu dengan direndam dalam air mendidih selama 30 menit sambil
diaduk-aduk. Selanjutnya tulang ditiriskan dan dipotong kecil-kecil (3-5 cm)
untuk memperluas permukaan.
b) Demineralisasi:
Bahan baku yang telah bersih itu
kemudian direndam dengan larutan HNO3 dalam wadah plastik tahan asam
sampai terbentuk ossein, ossein adalah tulang yang lunak. Ossein dicuci dengan
menggunakan air suling sampai pHnya netral (6-7).
c)
Ekstraksi:
Ossein yang ber-pH netral tersebut
dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest, perbandingan ossein
dengan aquadest adalah 1: 3. Setelah itu diekstraksi dalam waterbath pada
suhu 90oC. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman. Hasil
saringan dipekatkan dengan evaporator.
d)
Pengeringan:
Cairan pekat gelatin yang diperoleh
dari penguapan dengan evaporator itu dituang ke dalam pan aluminium yang
dialasi plastik untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC, setelah
kering kemudian digiling dan dianalis.
Setelah
tepung gelatin tersebut diperoleh kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan
lem, yaitu sebagai berikut:
1. 100
gram tulang ikan ditambah larutan HNO3 pekat
2. Direbus sampai larut
3. Hasilnya diencerkan dengan asam organik (asam asetat)
4. Didapat lem yang siap digunakan
B. ANALISIS
LEM IKAN
Dari hasil pengolahan tersebut dapat diketahui beberapa sifat
dari lem yang diperoleh dari masing-masing tulang, yaitu tulang ikan pari,
tulang ikan nila, dan tulang kaki ayam. Berikut analisa dari masing-masing lem
yang dihasilkan dari ketiga jenis tulang tersebut yang dilihat dari kondisi
fisiknya.
1. Lem
dari tulang ikan pari
Kondisi fisik lem dari tulang ikan pari,
antara lain yaitu mempunyai warna yang jernih, bau yang kurang menyengat, daya
rekat yang kuat/sangat lekat, viskositas/kekentalan yang sangat kental, dan
kecepatan kering yang sangat cepat.
2. Lem
dari tulang kaki ayam
Kondisi fisik lem dari tulang kaki ayam , antara
lain yaitu mempunyai warna yang agak keruh, bau yang sangat menyengat, daya
rekat yang sedang, viskositas/kekentalan yang sedang, dan kecepatan kering yang
sedang.
3. Lem
dari tulang ikan nila
Kondisi fisik lem dari tulang ikan nila, antara lain
yaitu mempunyai warna yang sangat keruh, bau yang sedang (tidak terlalu
menyengat), daya rekat yang kurang lekat, viskositas/kekentalan yang kurang
kental, dan kecepatan kering yang lama.
Dari
analisa tersebut diatas, maka dapat diperoleh bahwa lem dari tulang ikan pari
merupakan lem dengan kualitas yang paling baik, lem dari tulang kaki ayam
dengan kualitas yang menengah, dan lem dari tulang ikan nila dengan kualitas
yang rendah.
Sehingga
dari penelitian ini tulang ikan pari diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuat lem yang ramah lingkungan dan berdampak positif bagi lingkungan sekitar dan tentunya kita
sebagai manusia.
BAB
V
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dari
hasil pembahasan dapat disimpulkan:
a.
Limbah tulang ikan kedepan
mempunyai prospek sebagai bahan dasar pembuat lem karena ramah lingkungan, bahan
bakunya mudah didapat, harganya murah dan tidak mencemari lingkungan.
b.
Lem dari tulang ikan
pari merupakan lem dengan kualitas yang paling baik, dibandingkan dengan lem
dari tulang kaki ayam dan lem dari tulang ikan nila.
B.
SARAN
Sebaiknya pemerintah
mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa limbah tulang ikan dapat digunakan
sebagai bahan dasar pembuat lem yang ramah lingkungan, murah, dan dapat dijadikan
sebagai salah satu solusi dalam pengurangan limbah tulang ikan yang dapat
mencemari lingkungan.